Imelvin Simbolon • 08 Oct 2025
Di tengah derasnya arus informasi dan gaya hidup serba instan, kemampuan untuk memahami hal mendasar justru menjadi keterampilan yang sering terabaikan. Kita semakin terampil menjelajahi ruang digital yang terus berkembang tapi seringkali kehilangan koneksi dengan hal paling penting seperti dari mana makanan kita berasal, bagaimana makanan tersebut diproduksi, dan apa dampaknya bagi kehidupan kita. Di sinilah literasi pertanian mengambil peran, bukan sekadar kemampuan mengenal tanaman, melainkan cara berpikir dengan menyatukan pengetahuan, kesadaran, dan tindakan terhadap sistem pangan yang menopang hidup manusia. Literasi pertanian menjadi keterampilan yang tidak terlihat, tetapi mengakar dalam setiap keputusan konsumsi yang kita buat setiap hari.
Secara sederhana, literasi pertanian adalah kemampuan mencari, memahami, menilai, dan menggunakan informasi pertanian secara tepat. Tapi, lebih dari itu, ia mengajarkan cara membaca realitas pangan secara kritis, mengaitkan pengetahuan dengan kesadaran sosial serta memahami pengaruh kebijakan, teknologi, dan perilaku konsumsi. Literasi ini tidak hanya milik petani atau pelaku agribisnis, tetapi juga penting bagi siapa pun yang ingin hidup cerdas dan mandiri. Dengan memahami sistem pertanian, seseorang dapat melihat hubungan antara harga pangan, perubahan musim, dan isu keberlanjutan lingkungan, sehingga mampu mengambil keputusan berdasarkan pemahaman, bukan sekadar kebiasaan.
Esensi literasi pertanian juga terletak pada kemampuan membangun kemandirian ekonomi mikro. Dalam situasi harga pangan yang fluktuatif dan pasokan yang tidak selalu stabil, orang yang memiliki literasi pertanian akan lebih siap menghadapi tekanan ekonomi. Ia tahu kapan waktu terbaik membeli, bagaimana menanam bahan dapur sederhana, atau bahkan bagaimana mengolah sisa makanan menjadi kompos. Pengetahuan ini mungkin terlihat sepele, tapi sebenarnya berfungsi sebagai “mekanisme pertahanan” di level rumah tangga. Dari fenomena tersebut, kita dapat memaknai bahwa literasi pertanian adalah strategi ekonomi personal atau cara halus tapi efektif untuk menjaga kestabilan pengeluaran dan memastikan kualitas hidup tetap terjaga meski dunia luar terus berubah.
Dengan demikian, literasi pertanian bukan sekadar kemampuan bertahan hidup, tetapi cara hidup yang lebih sadar dan berkeadilan. Ia mengajak kita memahami bahwa pangan bukan hanya tentang “apa yang kita makan,” tetapi juga “siapa yang memproduksinya” dan “bagaimana bumi menopangnya.” Saat kesadaran ini tumbuh, pertanian tidak lagi dipandang sebagai urusan desa atau pekerjaan kelas bawah, melainkan pengetahuan dasar yang menghubungkan semua orang dalam ekosistem keberlanjutan yang sama. Kesadaran ini membutuhkan proses panjang. Dunia pertanian terus berubah seiring perkembangan teknologi, kebijakan pangan, dan munculnya tren baru seperti pertanian urban. Dalam dinamika itu, memahami informasi pertanian yang kredibel menjadi langkah kecil untuk menjaga ketajaman berpikir. Literasi pertanian kini bukan hanya soal menanam atau panen, tetapi juga memahami bagaimana kebijakan, distribusi hasil bumi, dan etika konsumsi saling berkaitan dalam sistem sosial yang lebih luas.
Ketika kita memahami hal-hal tersebut, literasi pertanian berubah menjadi kesadaran hidup. Kesadaran untuk menghargai setiap butir beras, setiap tetes air, dan tenaga yang bekerja di balik makanan kita. Dengan kesadaran inilah hidup menjadi lebih cerdas, karena kita tahu dampak dari setiap pilihan kita. Inilah makna terdalam dari literasi pertanian sebagai hidden skill masa kini yang tidak menonjol di permukaan, tetapi diam-diam menumbuhkan empati, tanggung jawab, dan kebijaksanaan yang membuat manusia tetap berpijak di bumi, meski hidup di era digital.
1 Like
0 Komentar
Komentar:
Belum ada komentar.